Prosedur Berperkara Perdata

PROSEDUR BERPERKARA PERDATA


 

Meja Pertama

1.     Menerima permohonan gugatan, permohonan banding, permohonan kasasi, permohonan peninjauan kembali, permohonan eksekusi, dan permohonan somasi.

2.     Permohonan perlawanan yang merupakan verzet terhadap putusan verstek, tidak didaftar sebagai perkara baru.

3.     Permohonan perlawanan pihak ke III (derden verzet) didaftarkan sebagai perkara baru dalam gugatan.

4.     Menentukan besarnya panjar biaya perkara yang dituangkan dalam SKUM rangkap tiga.

5.     Dalam menentukan besarnya panjar biaya perkara. mempertimbangkan jarak dan kondisi daerah tempat tinggal para pihak, agar proses persidangan yang berhubungan dengan panggilan dan pemberitahuan dapat terselenggara dengan lancar.

6.     Dalam mernperhitungkan panjar biaya perkara, bagi Pengadilan Tingkat Pertama, agar mempertimbangkan pula biaya administrasi yang dipertanggungjawabkan dalam putusan sebagai biaya administrasi.

7.     Menyerahkan surat permohonan, gugatan, permohonan banding, permohonan kasasi, permohonan peninjauan kernbali, permo­honan eksekusi, dan permohonan somasi yang dilengkapi dengan SKUM kepada yang bersangkutan, agar membayar uang panjar perkara yang tercantum dalam SKUM, kepada Pemegang Kas Pengadilan Negeri.

 

KAS

1.     Kas merupakan bagian dari Meja Pertama.

2.     Pemegang Kas rnenerima dan membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum didalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara yang bersangkutan.

3.     Pencatatan panjar perkara dalam buku jurnal, khusus perkara tingkat pertama (Gugatan, Permohonan, dan Somasi), nomor urut perkara harus sama dengan nomor halaman buku jurnal.

4.     Nomor tersebut menjadi nomor perkara yang oleh pemegang Kas diterakan dalam SKUM dan lembar pertama surat gugat/permohonan.

5.     Pencatatan perkara banding, kasasi, peninjauan kernbali dan eksekusi dalam SKUM dan Buku Jurnal menggunakan nomor perkara awal.

6.     Biaya administrasi untuk perkara gugatan, permohonan, dan somasi, dikeluarkan pada saat telah diterimanya panjar biaya perkara.

7.     Hak-hak Kepaniteraan yang berupa pencatatan permohonan banding dan kasasi, juga dikeluarkan pada saat telah diterimanya panjar biaya perkara.

8.     Biaya meterai dan redaksi dikeluarkan pada saat perkara diputus.

9.     Pengeluaran uang perkara untuk keperluan lainnya didalam ruang lingkup hak-hak kepaniteraan dilakukan menurut ketentuan yang berlaku.

10.  Semua pengeluaran uang yang merupakan hak­-hak kepaniteraan, adalah sebagai pendapatan negara.

11.  Seminggu sekali Pemegang Kas barus menye­rahkan uang hak-hak kepaniteraan kepada Bendaharawan penerima, untuk disetorkan kepada Kas Negara. Setiap penyerahan, besarnya uang agar dicatat dalam kolom 19 KI-A9, dengan dibubuhi tanggal dan tanda tangan serta nama Bendaharawan Penerima.

12.  Pengeluaran uang yang diperlukan bagi penyeleng­garaan peradilan untuk ongkos-ongkos panggilan, pemberitahuan, pelaksanaan sita, pemeriksaan setempat, sumpah penerjemah, dan eksekusi harus dicatat dengan tertib dalam masing-masing buku jurnal.

13.  Ongkos-ongkos tersebut dapat dikeluarkan atas keperluan yang nyata, sesuai dengan jenis kegiatan tersebut.

14.  Kasir mencatat penerimaan dan pengeluaran uang setiap bari, dalam buku jurnal yang bersangkutan dan mencatat dalam buku kas bantu yang dibuat rangkap dua, lembar pertama disimpan Kasir, sedangkan lembar kedua diserahkan kepada Panitera sebagai laporan.

15.  Panitera atau staf Panitera yang ditunjuk dengan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Negeri, mencatat dalam buku induk keuangan yang bersangkutan.

 

Meja Kedua

1.     Mendaftar perkara yang masuk ke dalam buku register induk perkara perdata sesuai nomor perkara yang tercantum pada SKUM/surat gugatan/permohonan.

2.     Pendaftaran perkara dilaksanakan setelah panjar biaya perkara dibayar pada Pemegang Kas.

3.     Perkara verzet terhadap putusan verstek tidak didaftar sebagai perkara baru.

4.     Sedangkan perlawanan pihak ke III (derden verzet) didaftar sebagai perkara baru.

5.     Nomor perkara dalam register sama dengan nomor perkara dalam buku jurnal.

6.     Pengisian kolom-kolom buku register, harus dilaksanakan dengan tertib dan cermat berdasarkan jalannya penyelesaian perkara.

7.     Berkas perkara yang diterima, dilengkapi dengan formulir Penetapan Majelis Hakim, disampaikan kepada Wakil Panitera untuk diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri melalui Panitera.

8.     Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya, segera diserahkan kepada Majelis Hakim yang ditunjuk, setelah dilengkapi dengan formulir Penetapan Hari Sidang, dan pembagian perkara dicatat dengan tertib.

9.     Penetapan hari sidang pertama, penundaan persidangan, beserta alasan penundaan berdasarkan laporan Panitera Pengganti setelah persidangan, harus dicatat di dalam buku register dengan tertib.

10.  Pemegang buku register induk, harus mencatat dengan cermat dalam register yang terkait, semua kegiatan perkara yang berkenaan dengan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi ke dalam register buku induk yang bersangkutan.

 

Meja Ketiga

1.     Menyiapkan dan menyerahkan salinan putusan Pengadilan apabila ada permintaan dari para pihak.

2.     Menerima dan memberikan tanda terima atas:

·       Memori banding.

·       Kontra memori banding.

·       Memori kasasi.

·       Kontra memori kasasi.

·       Jawaban/tanggapan atas alasan P.K.

3.     Mengatur urutan dan giliran Jurusita atau para Jurusita Pengganti yang melaksanakan pekerjaan kejurusitaan yang telah ditetapkan oleh Panitera.

4.     Pelaksanaan tugas-tugas pada Meja Pertama, Meja Kedua, dan Meja Ketiga dilakukan oleh Kepaniteraan Perdata dan berada langsung dibawah pengamatan Wakil Panitera.

 

Perkara Gugatan

1.     Gugatan diajukan secara tertulis yang ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya yang sah (dalm hal ini harus advokat) dan ditunjukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.

2.     Penggugat yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapkan KetuaNegeri, selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan agar gugatan tersebut dicatat (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg).

3.     Gugatan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah Penggugat membayar panjar biaya perkara, yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121, Pasal 144 RBg).

 

Perkara Perdata Permohonan

1.     Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya yang sah dan ditujukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri ditempat tinggal pemohon.

2.     Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapkan Ketua Pengadilan  Negeri, yang akan  menyuruh  mencatat permohonannya tersebut (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg).

3.     Permohonan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku Register dan diberi nomor unit setelahmembayar persekot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).

4.     Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunten dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberikan suatu penetapan.

5.     Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara/Inter Country Adoption) yang harus dijatuhkan dalam bentuk putusan (SEMA No.2 Tahun 1979 jo SEMA No.6 Tahun 1983).

6.     Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Walaupun dalam redaksi undang-undang disebutkan bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan oleh Pengadilan atas permohonan dari pihak yang berkepentingan antara lain sebagaimana tersebut dalam Pasal 70 undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif penyelesaian sengketa, Pasal 110 dan 117 undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, namun hal tersebut tidak dapat diartikan sebagai perkara Voluntair yang diperiksa secara Ex Parte, karena didalamnya terdapat kepentingan orang lain sehingga perkara tersebut harus diselesaikan dengan cara Contentiusa, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan harus ditarik sebagai Termohon, sehingga asas audi et alteram partem terpenuhi. Produk dari permohonan tersebut adalah penetapan yang dapat diajukan kasasi.

7.     Permohonan pengangkatan anak ditujukkan kepada Pengadilan Negeri, yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal anak yang hendak diangkat (SEMA No.2 Tahun 1979 jo SEMA No.6 Tahun 1983 jo SEMA No.4 Tahun 1989). Permohonan anak angkat yang diajukan oleh Pemohon yang beragama Islam dengan maksud untuk memperlakukan anak angkat tersebut sebagai anak kandung dan dapat mewaris, maka permohonan diajukan ke Pengadilan Negeri, sedangkan apabila dimaksudkan untuk dipelihara, maka permohonan diajukan ke Pengadilan Agama.

8.     Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seoang WNI terhadap anak WNA (pengangkatan anak antar Negara / Inter Country Adoption) hanya dapat dilakukan dalam daerah Pengadilan Negeri dimana yayasan yang ditunjuk Departemen Sosial RI untuk dapat dilakukannya Inter Country Adoption berada, yang saat ini ada 6, yaitu :

a.   DKI Jakarta – Yayasan Sayap Ibu & Yayasan Bakti Nusantara “Tiara Putra”

b.   Jawa Barat – Yayasan Pemeliharaan Anak di Bandung

c.   DI Yogyakarta – Yayasan Sayap Ibu

d.   Jawa Tengah – Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo

e.   Jawa Timur – Panti Matahari Terbit di Surabaya

f.    Kalimantan Barat – Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak

9.     Inter Country Adoption dilakukan sebagai upaya terakhir (Ultimatum Remendium), dan pelaksanaannya harus memperhatikan SEMA No.6 Tahun 1983 jo SEMA No.4 Tahun 1989 jo UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Pasal 39, Pasal 40 dan Pasal 41).

10.  Perlu diperhatikan adanya intruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PW.09.01-1981 tentang pemberian Paspor dan Exit Permit kepada anak warga Negara Indonesia yang diangkat anak oleh warga Negara asing, tanggal 3 Agustus 1981, khususnya butir 1 yang berbunyi:

“Melarang memberikan paspor dan exit permit kepada anak-anak Warga Negara Indonesia yang diangkat anak oleh Warga Negara Asing apabila pengangkatan anak tersebut tidak dilakukan oleh Putusan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal / tempat kediaman anak tersebut di Indonesia”.

11.  Jenis-jenis permohonan yang dapat diajukan melalui Pengadilan Negeri antara lain:

a.  Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa adalah 18 tahun (menurut undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 47; menurut Undang-undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1; menurut undang-undang No.23 tahun 2002 Pasal 1 butir ke 1)

b.  Permohonan pengangkatan pengampunan bagi orang dewasaingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun.

c.   Permohonan pewarganegaraan (Naturalisasi) sesuai Pasal 5 Undang-undang No.62 Tahun 1958 jo Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 1992

d.  Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 undang-undang No.1 Tahun 1974).

e.  Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5) undang-undang No.1 tahun 1974). 

f.    Permohonan pembatalan perkawinan (Pasal 25, 26 dan 27 undang-undang No.1 Tahun 1974).

g.  Permohonan pengangkatan anak (harus diperhatikan SEMA No. 6/1983).

h.  Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam Akta Catatan Sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut (penduduk Jawa dan Madura Ordonantie Pasal 49 dan 50, peraturan Catatan Sipil keturunan Cina Ordonantie 20 Maret 1917-130 jo 1929-81 Pasal 95 dan 96, untuk golongan Eropa KUH Perdata Pasal 13 dan 14), permohonan akta kelahiran, akta kematian.

i.    Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit oleh para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (Psal 13 dan 14 UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).

j.    Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak hadir (Pasal 463 BW) atau dinyatakan meninggal dunia (Pasal 457 BW). 

k.   Permohonan agar ditetapkan sebagai Wali/Kuasa untuk menjual harta warisan.

12.  Permohonan yang dilarang :

a.  Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan

b.  Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang. Status keahliwariswan ditentukan dalam suatu

c.   Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah. Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan.

13.  Untuk mengalihkan status kepemilikan benda tetap seperti menghibahkan, mewakafkan, menjual, membalik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama alamarhum atau almarhumah, cukup dilakukan :

a.  Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris adat, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dan desa dan kecamatan tempat tinggal

b.  Bagi mereka yang berlaku Hukum waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara keturunan Hindia, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edarat Menteri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran

c.   Tanah ub. Kepala Pembinaan Hukum, R.Soepandi tertanggal 20 Desember 1969, No.Dpt/112/63/12/69, yang terdapat dalam buku tontonan bagi Pejabat Pembuat Akte Tanah, departemen dalam Negeri, Ditjen Agraria, halaman 85).

14.  Akta Di Bawah Tangan Mengenai Keahliwarisan.

a.  Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum,yang berupa suatu surat pernyataan bahwa dia mereka adalah ahli waris, dengan menyebutkan kedudukan masing-masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Ketua Pengadilan Negeri.

b.  Setelah membacakan dan menjelaskan surat pernataan tersebut dihadapan para pihak, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk mengesahkan tanda tangan mereka berdasarkan ketentuan pasal 2 (1) Stbld.1916-46 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi kalimat :

Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri……………… Menerangkan, bahwa bernama ………………… telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut di atas, dan setelah itu ia/mereka membubuhkan tandatangannya dihadapan saya.

c.   Surat Keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan tertentu, karena itu dibawahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh) : Catatan :

“Akta dibawah tangan yang telah disahkan ini khusus berlaku untuk mengambil uang deposito di bank …………………….. Atas nama …………………”.

d.  Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri sesuai dengan Pasal 3 yat (1) Stbld. 1916-46, akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus disediakan untuk itu.

 

Perkara Perdata Prodeo

1.     Para pihak yang tidak mampu, dapat mengajukan gugatan/permohonan secara prodeo,. Keadaan tidak mampu itu harus dibuktikan dengan surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan. Dalam register perkara hal itu akan dicatat. Semua penerimaan dan pengeluaran, meskipun nihil dalam jurnal harus tetap dicatat.

2.     Sebelum suatu gugatan dicatat dalam buku register, penggugat terlebih dahulu harus mengajukan permohonan berperkara secara prodeo, setelah sebelumnya pihak lawan diberi kesempatan untuk menanggapi permohonan tersebut. Perihal pemberian izin beracara secara prodeo ini berlaku untuk masing-masing tingkat peradilan secara sendiri-sendiri dan tidak dapat diberikan untuk semua tingkat peradilan sekaligus.

3.     Pihak tergugat yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, juga berhak untuk mengajukan permohonan secara prodeo dengan cara seperti tersebut diatas.

4.     Terhadap permohonan berperkara secara prodeo, Hakim membuat penetapan tentang diizinkannya beracara secara prodeo setelah sebelumnya pihak lawan diberi kesempatan untuk menanggapi 9Sesuai dengan pasal 237 HIR dan Pasal 273 RBg).

5.     Apabila terhadap perkara gugatan secara prodeo, pihak yang beracara secara prodeo itu mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi, maka ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12, 13, 14 Undang-undang No.20 Tahun 1947.

 

Back to top button
Translate »
Skip to content